Peta Kuliner Bogor


Lihat Peta Kuliner Bogor di peta yang lebih besar

Minggu, 10 November 2013

Senin di minggu kedua November

Hai, Senin.

Berjumpa lagi dalam kesibukanmu yang gak kunjung berhenti.
Kembali ke rutinitas yang gak pernah ada habisnya.
Kamu tahu? Jadwalnya sama saja. Bertemu klien, persiapan report tiap Jumat deadline. Dan follow up yang ke pending di minggu lalu.

Hari ini ke Jakarta, bertemu klien lagi dan mengurus kontrak, pembayaran, bla bla bla.
Tapi tetap, Senin masih misteri. Bagi gue ini awal untuk 6 hari kedepan. Bersiap membuat cerita dalam satu novel dalam seminggu. Judul baru setiap harinya. Kisah baru ditiap detiknya.

Semangat gue hari ini cuma 50%. Hmmm, gak tahu kenapa bisa seperti ini. Jenuh. Mungkin. Jenuh, tapi butuh.

Lagu Katy Perry - The One That Got Away jadi soundtrack perjalan gue pagi ini. Dilanjut lagu Bebi Romeo feat Tata Janeeta - Bawalah Pergi. Ditemani satu gelas Redoxon yang badan gue mulai ngadat, dan telepon yang gak kunjung berhenti berdering daritadi. Selama telepon berdering, itu tandanya gue masih dianggap (baca : oleh klien). Jakarta tetap macet. Meskipun rencana pemerintah untuk apalah agar bebas dari kemacetan tetap saja macet. Itulah Jakarta. Melekat.

Lagu Passengers - Let Her Go. Suka banget lagunya. Selalu jadi teman setia diperjalanan pulang-pergi Jakarta-Bogor.

Dear Senin, gue mohon jadi hari yang baik untuk gue...

Sabtu, 09 November 2013

Gue kembali !!!!

Asli deh! Beneran! Baru lagi gue ngerasa hidup kalau bisa nulis apa aja yang mau gue bagi. Terkadang gak selalu lewat ucapan kan?

Kesibukan dikantor buat gue kehilangan sejenak dunia gue. Menulis dan membaca novel. Udah banyak novel yang mengamuk minta untuk dibaca. Hmmm, bingung harus mulai dari judul yang mana?

Malam ini malam minggu. Yang kata orang malamnya orang pacaran. Buat gue pacaran bukan cuma sama orang, tapi sama novel, komik, depan laptop+modem, dan menulis lagi.
Dan Bogor pun cerah. Gak kebayang macetnya diluar sana seperti apa. Sekarang Bogor juga dikenal kota macet. Semrawut. Banyak angkot sana-sini. Volume kendaraan pribadi sudah gak kehitung jumlahnya, pedagang kaki lima pun makin makan lahan pejalan kaki. Kadang gue rindu kota Bogor yang dulu. Dimana kalau pagi jalan kaki udaranya masih sejuk, trotoar penggunaannya masih untuk pejalan kaki, dan angkot pun jarang. Jadi rindu almarhum Engking, kalau setiap Minggu pagi diajak jalan pagi dan pulangnya pasti makan doclang.

Itulah kenangan. Yang terkadang bisa buat hiburan disaat-saat seperti ini. Bisa jadi teman hidup juga...

Dan disinilah gue. Kembali dengan dunia gue...

Sabtu

Jam delapan lewat dua menit malam.

Flashback kejadian pagi tadi dikantor. Sarapan mie ayam di mobil. Celoteh-celoteh ringan. Dan tidak lupa ucapan "gue sayang elo".

Hmmm, dia pacarku. Baru 4 bulan ini. Berbeda kantor, sama-sama satu bidang.

"Ta, semalam gue mimpi gandeng dua anak kecil. Laki-laki sama perempuan. Yang laki-laki pake baju putih, trus yang perempuan juga pake baju putih berkerudung. Rambutnya keluar sedikit, ikal hitam. Lucu banget. Yang laki-laki gue panggil Abang, dan yang perempuan gue panggil Non. Hahaha... Lucu ya"

"Oh iya? Terus?"

"Ya, gue kepikiran aja kok bisa ya gue mimpi dua anak kecil itu?"

Yah, gue juga cuma diam. Mas Rama namanya. Banyak obrolan kalau sudah bertemu. Dari yang serius sampai bercanda lagi. Selalu bisa buat perasaan tenang, terkadang dibuatnya cemburu juga setiap dia sedang makan siang sendiri pasti ada saja wanita yang menghampiri dia.

"Nah, Tita. Sudah sampai nih. Nanti gue jemput ya."

Pagi gue. Ada elo disini. Gue bersyukur...


*Cerpan cerpen 9 Nov 13*

Kamis, 18 Oktober 2012

Rain.. Hujan..

Rain. Rain..
Where are you? I am here alone. See the empty road. Standing in the middle of the night longing for the dawn. Star dream embraced the moon. Waiting for the sun misses the dusk came. And back again in the shelter of the universe.
Quite again. With the Rain..

Hujan. Hujan..
Dimana kamu? Disini aku sendiri. Melihat jalan yang kosong. Berdiri ditengah malam yang rindukan fajar. Memimpikan bintang dipeluk bulan. Merindukan mentari yang menunggu senja datang. Dan kembali lagi dalam lindungan semesta.
Sepi kembali. Dengan Hujan..



Bogor, 18 Okt 2012 21.50 WIB
*diposting juga di ismycita.tumblr.com*

Minggu, 14 Oktober 2012

Eksistensi Sebuah Rasa..

Pernah kuberpikir untuk tidak mengindahkan sebuah rasa kejujuran dalam hidup. Bermimpi terus. Berkhayal hingga ujungnya pun membuat ku terjerembab dalam pusara hening yang membuat hilang seketika. Waktu ku berhenti untuk memikirkan sejenak apa itu rasa dan apa itu logika. Semalam itu membuat waktu ku berubah sedemikian detik. Beranjak dewasa, dan aku tahu membenci perubahan itu. Terkadang apa yang kita lihat belumlah tentu benar. Begitu pula dengan rasa belum tentulah sama dengan apa yang diutarakan orang lain.
Semua yang terjadi belumlah tentu benar. Biarkan semua menjadi misteri yang kelak aku kan dapatkan semua jawabannya..

Kamis, 23 Agustus 2012

Sebuah Cerita di Negeri Senja III

Pelangi (Bogor, 23 Agustus 2012 pukul 19.30 WIB)

Aku Pelangi. Seperti yang orang yang bilang berwarna merah, kuning, hijau di Langit nya yang biru jingga.
Jingga ku memudar. Tenggelam dalam siluet ungu merambah kelabu.
Sedih itu abu-abu. Gelap, dan warna ku hilang. Memuai, terserap dalam kelamnya Awan membawa Hujan. Aku yang mungkin dianggap senang ketika Hujan turun, tapi tidak. Aku yang hanya hadir dalam keinginan Hujan. Hanya sebagai pelengkapnya yang meranah dingin.
Sebenarnya aku iri pada Langit. Dapat memeluk semua elemen beserta isinya. Dan dapat teratur menentukan siapa saja yang ada pada malam dan pagi.
Aku dalam Senja. Senandung siluet ini kupersembahkan pada semua yang mencintai tanpa batas...


*bersambung*

Rabu, 22 Agustus 2012

Sebuah Cerita di Negeri Senja II

Awan (Bogor, 22 Agustus 2012 pukul 18.48 WIB)

Dari Negeri Senja kini kembali bercerita. Bercerita sebuah Awan yang malu akan hadirnya Mentari. Hujan pun tak kunjung usai. Seolah Awan ingin terus memeluk Mentari.
"Hi, Hujan. Kapan engkau kan usai? Aku tak sabar memeluk Mentari yang sebentar lagi berganti Petang"
Hujan dengan angkuhnya terus menghujam bumi, tak peduli seberapa tetes turun dengan niatnya. Awan sebagai budaknya Hujan terus menuruti kemana sang empunya pergi. Sampai habis sudah. Hilang. Menyatu dengan Embun.
Dalam prosanya, Awan telah menjelma dan menyatu dengan Bumi. Lambat laun Senja hadir. Waktu pun berjalan tak kenal siapa yang sedang jatuh..
Awan. Dalam diamnya mengagumi Mentari...


*bersambung*